Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya secara mutlak
menerima postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan (RAPBN-P) 2013 untuk disahkan menjadi UU APBN-P 2013. Sebanyak
338 anggota DPR menerima postur RAPBN-P 2013. Hanya 108 anggota dewan
yang menolak.
Drama pengesahan APBN-P 2013 berlangsung cukup dramatis. Sidang
paripurna yang dimulai pukul 10.00 WIB, diwarnai hujan interupsi hingga
terpaksa diskors untuk lobi fraksi. Hingga akhirnya sekitar pukul 22.30
WIB, pimpinan sidang yaitu Ketua DPR Marzuki Alie mengetok palu
mengesahkan UU APBN-P 2013.
Di luar gedung DPR dan di berbagai daerah di seluruh Indonesia,
gelombang demonstrasi terjadi bersamaan dengan sidang paripurna. Sebab,
dalam sidang paripurna pengesahan APBN-P 2013 juga memperlihatkan sikap
DPR atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Hasilnya jelas, APBN-P
2013 diterima dan disahkan sebagai UU, harga BBM dipastikan naik.
Kenaikan harga BBM bukan kebijakan baru bagi rakyat Indonesia.
Rata-rata, setiap presiden pernah mengambil keputusan menaikkan harga
BBM. Dari enam orang presiden, hanya Habibie yang tidak pernah menaikkan
harga BBM. Wajar saja mengingat masa kepemimpinan Habibie hanya seumur
jagung yakni hanya 18 bulan duduk menjadi orang nomor satu di negeri
ini.
Meski tak ada angka pasti berapa kenaikan dan kapan kenaikan pada
zaman kepemimpinan Presiden Soekarno, dokumen pada Biro Perancang Negara
tahun 1965 menyebutkan jika kenaikan BBM di massa itu untuk membantu
pemerintah dalam membangun sektor pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, harga BBM mengalami
beberapa kali kenaikan. Pada 1991, Soeharto menaikkan harga BBM dari
semula Rp 150 menjadi Rp 550 per liter. Dua tahun kemudian, pada 1993,
Soeharto kembali menaikkan harga BBM dari menjadi Rp 700 per liter.
Hingga akhirnya saat krisis ekonomi menghantam Indonesia, harga BBM naik
menjadi Rp 1.200 per liter pada 5 Mei 1998.
Setelah rezim Soeharto runtuh dan digantikan Habibie, tidak ada
sejarah kenaikan BBM. Hal ini cukup wajar mengingat masa kepemimpinan
Habibie yang hanya seumur jagung. Habibie hanya 18 bulan menjadi
presiden atau terhitung sejak 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999. Selama
masa kepemimpinannya, Habibie justru menurunkan harga BBM dari Rp 1.200
menjadi Rp 1.000 per liter.
Di awal-awal masa kepemimpinannya, Presiden Abdurrahman Wahid atau
Gus Dur menurunkan harga BBM menjadi Rp 600 per liter pada April 2000.
Namun tidak berselang lama tepatnya Oktober 2000, harga BBM kembali naik
menjadi Rp 1.150 per liter. Pada Juni 2011, Gus Dur kembali menaikkan
harga BBM menjadi Rp 1.450 per liter.
Presiden Megawati Soekarnoputri juga pernah menerapkan kebijakan yang
sama. Pada Maret 2002, Megawati menaikkan harga BBM dari Rp 1.450
menjadi menjadi Rp 1.550 per liter. Mega kembali menaikkan harga BBM
menjadi Rp 1.810 per liter pada awal Januari 2003.
Selama dua periode kepemimpinan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
tiga kali menaikkan harga BBM dan tiga kali pula menurunkan harga BBM.
SBY menaikkan harga BBM menjadi Rp 2.400 per liter pada Maret 2005.
Harga BBM kembali naik menjadi Rp 4.500 per liter pada Oktober 2005. SBY
kembali menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada 23 Mei
2008.
Di penghujung 2008 atau menjelang Pemilu 2009, SBY menurunkan harga
BBM menjadi Rp 5.500 per liter. Harga BBM turun lagi menjadi Rp 5.000
per liter pada 15 Desember 2008. SBY kembali menurunkan harga BBM
menjadi Rp 4.500 per liter pada 15 Januari 2009.
Di penghujung kekuasaannya kali ini, pemerintahan SBY kembali akan
menaikkan harga BBM. SBY sudah beberapa kali menjelaskan alasannya
mengambil kebijakan yang tidak populis ini. Salah satunya karena tidak
ingin membebani presiden periode berikutnya.
From http://www.merdeka.com/uang/siapapun-presidennya-harga-bbm-pasti-naik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar